Dalam beberapa tahun belakangan ini pemerintah bersama-sama dengan lembaga legislatif telah membuat berbagai kebijakan fundamental yang ditujukan bagi peningkatan mutu pendidikan nasional. Kebijakan-kebijakan itu antara lain terkait dengan sumber daya manusia, pembiayaan, kelembagaan, penyelenggaraan dan tata kelola lembaga pendidikan, serta partisipasi masyarakat. Kebijakan tersebut telah dituangkan dalam berbagai peraturan, mulai dari amandemen Undang-undang Dasar Tahun 1945, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dan Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan. Berbagai kebijakan ini telah pula diikuti dengan peraturan-peraturan di bawahnya yang lebih operasional.
Implementasi berbagai kebijakan tersebut di lapangan sangat ditentu-kan oleh tenaga kependidikan serta pendidik sebagai pelaku utama pendidikan. Komitmen dan profesionalisme para tenaga kependidikan inilah yang akan menentukan terjadinya perubahan dan peningkatan mutu pendidikan nasional. Salah satu unsur tenaga kependidikan pendidikan nonformal yang memiliki peran strategis dalam mendorong perubahan dan peningkatan mutu pendidikan non formal adalah penilik. Penilik mempunyai ruang lingkup , tugas, tanggung jawab dan wewenang untuk melaksanakan pengendalian mutu program pendidikan Non formal (PNF) melalui kegiatan pemantauan, penilaian, pembimbingan , pembinaan penyelenggaraan pendidikan non formal dan kegiatan evaluasi dampak program PNFI serta penelitian dan pengembangan PNFI. Untuk melaksanakan tugas tersebut mereka tentu harus memiliki pengetahuan, pengalaman, wawasan, dan kemampuan yang memadai. Berkaitan dengan hal ini, telah diterbitkan Surat Peraturan Menteri Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 tahun 2010 tentang Jabatan fungsional Penilik dan Angka Kreditnya.
Selanjutnya dalam menerjemahkan dan merealisasikan peraturan tersebut di atas dibutuhkan berbagai kebijakan maupun kegiatan. Salah satu kebijakan penting yang harus diambil adalah berkaitan dengan proses rekrutmen dan pelatihan calon penilik , Uji kompetensi Penilik dan pelaksanaan tugas penilik. Mengingat luasnya wilayah Indonesia serta adanya otonomi daerah maka proses rekrutmen dan pelatihan calon penilik tidak mungkin diselenggarakan sepenuhnya oleh pemerintah pusat/kantor Kemendiknas, melainkan juga dilaksanakan oleh instansi di daerah. Untuk menjamin kualitas penyelenggaraan dan output diklat , maka dibutuhkan adanya standar yang sama.
Hal inilah yang menjadi latar belakang perlunya Pusat, Provinsi maupun kabupaten / kota di tahun 2011 segera menyusun Pedoman penyelenggaraan diklat berjenjang , karena keberadaan Penillik saat ini berada pada Dinas Pendidikan Kab/Kota dan melakukan tugasnya di kecamatan sehingga secara administrasi pengembangan karier Penilik diatur juga oleh pemerintah daerah. Dengan terbitnya Permenpan RB no. 14 tahun 2010 tentang jabatan fungsional Penilik dan Angka Kreditnya maka terdapat penyesuaian pelaksanaan tugas, jenjang jabatan Penilik. Sehingga berkaitan dengan peningkatan mutu Penilik perlu disusun petunjuk pelaksanaan diklat baik peyelenggara diklat maupun birokrat yang memiliki persepsi yang sama dalam memahami pelaksanaan diklat jabatan fungsional Penilik.
Pelaksanaan diklat fungsional Penilik disesuaikan dengan jenjang 4 (empat) jabatan yaitu (1) Diklat Fungsional Penilik Pertama, (2) Diklat Fungsional Penilik Muda, (3) Diklat Fungsional Penilik Madya dan (4) Diklat Fungsional Penilik Utama. Sedangkan materi Diklat disesuaikan dengan masing-masing jenjang jabatan dan tupoksinya.
Penyelenggara DIklat Fungsional tersebut akan dilaksanakan oleh Pusat dan daerah, yang di bantu oleh Organisasi Profesi ( Ikatan Penilik Indonesia) Pelaksanaan Diklat Fungsional Penilik Madya dan Utama diselenggarakan oleh Pusat sedangkan untuk Diklat Fungsional Penilik Pertama dan Muda akan diselenggarakan di daerah.
By : ARIF NASDIANTO (Sekjen Pengurus Pusat IPI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar