Kamis, 29 September 2011

Sertifikasi Penilik adalah Harga Mati


Arief Supadmo MM

www.koranpendidikan.com

Bila pada satuan pendidikan formal disebut pengawas (sekolah atau madrasah), maka penilik adalah ‘pengawas’ nya satuan pendidikan non formal. Memang berbeda istilah namun fungsi keduanya tetaplah sama; sebagai pengendali mutu program pembelajaran; sekaligus sebagai evaluator atas dampak dari program tersebut. Selain fungsi, persyaratan menjadi pengawas maupun penilik juga sama; sama-sama ketat dan selektif.
Dua kesamaan itu rupanya diikuti sebuah perbedaan besar, yaitu penghargaan. Pengawas lebih mendapat perhatian dari pemerintah (pusat dan daerah) berupa ragam pelatihan dan insentif, namun tidak demikian dengan penilik. Dan puncaknya; sudah banyak pengawas yang masuk dalam skema sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, namun tidak ada satu pun penilik yang tersertifikasi. Bahkan direncanakan pun, hingga saat ini, belum.
Karenanya, Ikatan Penilik Indonesia (IPI) mendorong adanya kesamaan atas penghargaan tersebut; bukan saja berupa sertifikasi penilik. Jauh dari itu, perlu dilakukan reformasi pada tata ketenagaan penilik dari pusat hingga daerah. Diungkap oleh Ketua IPI Provinsi Jawa Timur, Arief Supadmo MM, langkah itu harus segera diambil demi peningkatan profesionalisme penilik. Bila tidak, bakal terjadi kemerosotan kualitas penyelenggaraan pendidikan non formal.
Berikut penuturan Arief Supadmo yang juga Ketua I IPI Pusat itu kepada Mas Bukhin dan fotografer Rahmat Basuki dari KORAN PENDIDIKAN, Minggu pekan lalu.

Dalam pekan ini, IPI menggelar kegiatan besar dengan sertifikasi penilik sebagai wacana utama. Apa sebenarnya yang menjadi esensi dari sertifikasi penilik ini?
Sebelum membincang esensi, perlu dipaparkan dulu bahwa penilik merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang memegang fungsi pengawasan khususnya pada satuan pendidikan non formal. Pada satuan pendidikan formalnya dinamakan pengawas. Dalam perangkat perundangan yang ada, penilik dan pengawas memiliki kriteria yang sama, yaitu sudah memiliki golongan IIIB; bisa berasal dari guru atau pamong; kepala sekolah; pengawas; dan berpengalaman lima tahun di bidang yang akan diawasi. Nah, dengan fungsi dan kriteria yang sama ini tidak diikuti dengan bentuk penghargaan yang sama juga antara pengawas dan penilik.

Penghargaan seperti apa yang Anda maksudkan?
Penghargaan antara kedua profesi itu; pengawas dan penilik. Pada pengawas, penghargaannya terbilang besar. Sebut misalnya soal peningkatan kualifikasi pengawas; tidak saja dari pemerintah pusat, sampai pada pemerintah daerah pun sangat komitmen atas hal ini. Bentuknya adalah ragam kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi pengawas. Nah, penghargaan yang sama tidak ditemukan bagi penilik. Kalau para penilik tidak mau berusaha sendiri, mereka tidak bakal mendapatkan pelatihan seperti itu.

Dan pengawas pun sekarang ini sudah masuk dalam skema sertifikasi?
Nah apalagi itu. Sudah banyak pengawas yang tersertifikasi, dalam arti tidak saja mendapat tunjangan profesi namun mampu diukur kualifikasi dan profesionalismenya. Sementara pada penilik, arah ke sana saja belum ada. Makanya IPI mendorong agar pemerintah peduli dan memperhatikan kualitas dan profesionalisme penilik ini.

Bila pengawas saja ada dalam skema sertifikasi, bukannya penilik secara hukum juga bisa diakomodasi dalam sertifikasi?
Iya, perangkat hukumnya ada kok, sama persis dengan perangkat hukum yang digunakan untuk sertifikasi pengawas. Masalahnya, sampai hari ini belum ada kebijaksanaan dari pemerintah untuk segera merumuskan petunjuk pelaksanaan atas sertifikasi penilik ini.

Sebenarnya apa yang akan terjadi bila sertifikasi penilik ini tidak terlaksana?
Ya lihat saja kondisi sekarang, ini potret nyata dari kondisi sekaligus kualitas penilik. Siapa sekarang yang mau menjadi penilik? Kalau pun ada, itu tidak lebih dari posisi hukuman (punishment), kalau tidak, ya diisi orang-orang tua yang mau pensiun. Fakta menyebut bahwa saat ini di Indonesia baru ada sekitar 7 ribu penilik. Padahal idealnya pada satu kecamatan terdapat tiga penilik; penilik PAUD, penilik keaksaraan, dan penilik kursus. Fakta ini menunjukkan bahwa orang tidak lagi tertarik menjadi penilik sebab tidak mendapatkan penghargaan yang cukup dari pemerintah. Dan pada saat yang bersamaan terjadi kontradiksi.

Kontradiksi seperti apa?
Pada saat penilik kurang mendapat perhatian untuk bisa meningkatkan kualifikasinya, program pendidikan dan pelatihan bagi penyelenggara pendidikan non formal itu makin gencar. Ini yang membuat pada banyak daerah, penilik itu malah diajari oleh pamong atau pendidik PAUD yang nyata-nyata mereka itu bagian dari tugas utama penilik. Ini kan menyedihkan; orang yang tugasnya mengawasi malah diajari oleh mereka yang diawasi. Dimana kewibawaan profesi penilik?

Lalu saat membincang soal sertifikasi penilik, tawaran seperti apa yang didorong oleh IPI. Apakah model sertifikasi guru, sertifikasi sekolah, atau sertifikasi pengawas?
Secara umum, bisa lebih dekat dengan sertifikasi pengawas sebab kompetensi yang dituntut sama yaitu enam kompetensi; kompetensi pedagogis, kompetensi akademis, kompetensi sosial, kompetensi profesional, kompetensi supervisi manajemen, dan kompetensi evaluasi. Hanya saja, sertifikasi penilik tidak lagi menggunakan model portofolio tapi lebih ke model Program Pendidikan dan Latihan Penilik atau PPLP.

Bila sertifikasi untuk mendorong profesionalisme sementara kenyataan kualitas penilik sekarang ini masih jauh dari profesional, bukannya kualifikasi dulu yang digenjot, bukan sertifikasinya?
Iya, kami sadar bahwa penilik saat ini masih banyak yang jauh dari profesional atas tugas dan fungsinya. Tapi pada saat yang bersamaan, pemerintah bisa memberi penghargaan dan perhatian lebih pada pengawas misalnya, lalu kenapa tidak pada penilik. Ini tinggal soal goodwill dari pemerintah kok. Dan sertifikasi yang kami dorong ini sejatinya sebagai upaya untuk memberikan penghargaan atas profesi penilik sendiri.

Lalu bagaimana dengan faktor reformasi birokrasi yang dijalankan pada tingkat kementerian, dimana terjadi perubahan pada struktur ketenagaan pendidik dan tenaga pendidikan?
Pada akhirnya memang reformasi birokrasi ini akan diikuti pada tingkat daerah, meski pelan namun itu pasti. Hanya saja perlu dipikirkan ulang untuk menempatkan penilik atau pengawas itu sebagai bagian yang independen. Idealnya, penilik atau pengawas itu tidak dikaitkan secara struktural dengan otoritas pendidikan di daerah namun langsung dari pusat. Seperti misalnya kehadiran lembaga penjamin mutu pendidikan (LPMP) yang merupakan lembaga pusat dan ada penempatannya di tingkat provinsi. Ke depan, IPI juga mendorong perlunya reformasi tata ketenagaan penilik dan pengawas ini.

Tantangan mendasar dari sertifikasi, belajar dari program sama yang sudah ada, adalah kemauan untuk berubah. Dalam pandangan Anda, apakah penilik yang ada saat ini bakal mampu untuk menyesuaikan dengan tuntutan bila nanti ada sertifikasi?
Ya, kami juga sadar itu, bakal ada penilik yang kesulitan atau tidak lagi memiliki motivasi. Kelompok seperti ini tentu bisa dilakukan bentuk penghargaan lain. Toh pada saat sertifikasi guru, untuk guru yang sudah berusia tua dan pangkatnya tinggi, juga mendapat perlakuan berbeda. Nah, bagi penilik yang masih memiliki semangat tentunya sertifikasi bakal menjadi momentum yang baik untuk makin meningkatkan profesionalismenya. Lebih jauh dari itu, sertifikasi penilik bakal menjadi pintu masuk bagi hadirnya penilik-penilik muda yang lebih profesional.

Satu hal lagi, bila diberlakukan sama, maka penilik juga harus memenuhi kualifikasi akademis sarjana atau diploma 4. Itu pun harus didukung dengan kompetensi yang memang bidang penilik. Apakah sudah ada dukungan secara keilmuan atas fungsi penilik ini?
Dasar-dasar dari pelaksanaan fungsi penilik itu sudah masuk dalam kurikulum tenaga kependidikan. Dan dengan sedikit pengembagan, kualifikasi keilmuan bidang penilik ini bisa dirumuskan meski tidak secara khusus ada jurusan penilik. Minimal bisa dilakukan sandwich program bagi penilik untuk mengupgrade pengetahuan dan ilmunya dalam bidang pengawasan sekaligus evaluasi. (*)

Biodata

Nama : Arief Supadmo MM
Lahir : Malang, 26 Februari 1960
Alamat : Jl Widas M/2 Malang
Pendidikan : SDN Sanansari I Malang
: SMPN 5 Malang
: STM Grafika Malang
: S1 FIA Unisma
: S2 MSDM Unmer Malang
Karir : 1980 – 1996 Staf Kanwil P&K Jawa Timur
: 1996 – kini Penilik Kabupaten Malang
: Ketua IPI Jawa Timur
: Ketua I IPI Pusat

PERLUNYA PENILAIAN KINERJA LEMBAGA (LKP) OLEH PENILIK

Sebuah Resensi Manajemen Kursus Berdaya Saing

Oleh: Achmad Chumedi, MM (Ketua Umum IPI Pisat)


Sejak ada Kebijakan pemerintah dalam pembangunan pendidikan nasional yang diarahkan pada tiga pilar kebijakan, yakni 1) Pemerataan dan perluasan akses; 2) Mutu, relevansi dan daya saing; 3) Governance, akuntabilitas dan pencitraan publik. Maka kebijakan tersebut khususnya berkaitan dengan peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, sebagai Penilik harus melakukan penilaian terhadap Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) sebagi salah satu tupoksi penilik dalam ranah pengendalian mutu .

Penilaian lembaga ini bertujuan untuk memperoleh data dan informasi yang akurat tentang kinerja lembaga, sehingga dapat teridentifikasi LPK atau LKP berdasarkan kinerja yang dicapainya di lapangan. Kemudian dapat diklasifikasi dalam kategori A, B, C dan D, sesuai dengan tujuan penilaian kinerja tersebut.

Untuk itu Direktorat Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal, Kementerian Pendidikan Nasional , Ditbinsus telah menetapkan program pembinaan manajemen kursus sehingga lembaga yang memiliki kinerja, khususnya C dan D diharapkan dapat memperbaiki sistem manajemen mutu operasional LKP yang lebih baik.

Program pembinaan manajemen lembaga kursus dan pelatihan (LKP) ini dimaksudkan :

  1. Membantu para pengelola LKP untuk meningkatkan kualitas mutu dan manajemen sehingga mampu menghasilkan output pendidikan kursus dan pelatihan yang berkualitas,
  2. Kompeten dan dapat memenuhi kebutuhan dan syarat untuk mencari kerja atau membangun usaha.

Peningkatan kualitas Manajemen pengelolaan Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP) ini selaras dengan 5 prinsip kebijakan pembangunan pendidikan nasional dalam penyelenggaraan pendidikan nasional:

1. Ketersediaan berbagai program layanan pendidikan;

2. Biaya pendidikan yang terjangkau bagi seluruh masyarakat;

3. Semakin berkualitasnya setiap jenis dan jenjang pendidikan;

4. Tidak adanya perbedaan layanan pendidikan ditinjau dari berbagai segi; dan

5. Jaminan lulusan untuk melanjutkan dan keselarasan dengan dunia kerja.

Minggu, 25 September 2011

KONSEP PELAKSANAAN SUPERVISI SEBAGAI PENILIK PROFESIONAL

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang Penilik adalah Kompetensi Supervisi Manajerial. Penilik adalah tenaga kependidikan profesional yang berlungsi sebagai unsur pelaksana supervisi pendidikan yang mencakup supervisi akademik dan supervisi manajerial. Supervisi akademik terkait dengan tugas pembinaan tutor dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Supervisi manajerial terkait dengan tugas pembinaan Pimmpinan lembaga dan tenaga kependidikan lainnya dalam aspek pengelolaan dan administrasi lembaga PNF.
Ragam kegiatan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Penilik meliputi:
  1. Pelaksanaan analisis kebutuhan pengembangan lembaga PNF
  2. Penyusunan program kerja kepenilikan lembaga PNF
  3. Penilaian kinerja Pimmpinan lembaga, kinerja tutor, dan kinerja tenaga kependidikan lain (Tata Usaha, Laboran, dan pustakawan).
  4. Pembinaan Pimmpinan lembaga, tutor, dan tenaga kependidikan lainnya.
  5. Pemantauan kegiatan lembaga PNF serta sumber daya pendidikan yang meliputi kepemimpinan, pengembangan sarana belajar, prasarana pendidikan, biaya, daningkungan lembaga PNF.
  6. Pengolahan dan analisis data hasil penilaian, pemantauan, dan pembinaan
  7. Evaluasi proses dan hasil kepenilikan.
  8. Penyusunan laporan hasil kepenilikan.
  9. Penyusunan rencana perbaikan mutu.
  10. Tindak lanjut hasil kepenilikan untuk kepenilikan berikutnya.
Seluruh kegiatan tersebut dilaksanakan dalam suatu siklus secara periodik yang merupakan rangkaian tugas kekepenilikan. Kegiatan kepenilikan lembaga PNF diawali dengan penyusunan program kerja yang dilandasi oleh hasil kepenilikan pada tahun sebelumnya. Dengan berpedoman pada program kerja yang disusun, dilakianakan kegiatan inti kepenilikan meliputi penilaian, pembinaan, dan pemantauan pada setiap komponen sistem pendidikan di lembaga PNF binaannya. Pada tahap berikutnya dilakukan pengolahan dan analisis data (by: arif Nasdianto}

Jumat, 23 September 2011

PROFESIONALISASI PENILIK SEBAGAI JABATAN PROFESI

oleh: Arif Nasdianto (sekjen IPI Pusat)
Keterkaitan dengan profesi Penilik, maka perlu dikemukakan terlebih dahulu hakikat dari profesi Penilik itu sendiri. Istilah “profesi” mengandung berbagai makna, di antaranya diartikan sebagai suatu pekerjaan untuk memperoleh nafkah yang memerlukan pendidikan keahlian (spesialisasi) tertentu pada jenjang pendidikan tinggi. Dalam teori lain dijelaskan bahwa profesi merupakan suatu pekerjaan yang memerlukan penguasaan secara teoretik dari berbagai lembaga pendidikan dan ilmu pengetahuan.

        Dijelaskan bahwa secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut di dalam sains dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat, dan aplikasinya menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental . profesionalisme Penilik maka tentu tidak akan terlepas dari seberapa besar kompetensi yang dimiliki atau dapat dikatakan dalam sebuah kalimat pertanyaan bahwa untuk menjadi seorang Penilik yang profesional maka kompetensi apa yang harus dimiliki?,

         Selanjutnya sebelum membahas lebih jauh tentang kompetensi Penilik maka perlu dipahami bahwa dari aspek individu Penilik memiliki ciri atau kriteria profesionalnya, Penilik adalah jabatan profesi yang seharusnya profesional dipekerjaannya dan seharusnya memenuhi kriteria profesional sebagai berikut : (1) Fisik, (2) Mental kepribadian, (3) Keilmiahan /Pengetahuan. (http : //www. paudni.kemendiknas.go.id / bppnfi5 /catatan – 145 - id-

        Dari beberapa batasan mengenai profesi yang dijelaskan di atas, terdapat tiga hal untuk menentukan sesuatu yang dapat dikatakan sebagai profesi.:
Pertama, berhubungan dengan suatu jabatan atau pekerjaan.
Kedua, melalui proses pendidikan atau latihan khusus.
Ketiga, aktivitasnya lebih menekankan pada aspek mental bukan kerja manual. Menurut kriteria atau ukuran suatu pekerjaan dikatakan sebagai suatu profesi adalah sebagai berikut:
  1. Memiliki spesialisasi dan latar belakang teori yang luas, yaitu memiliki pengetahuan umum yang luas dan keahlian khusus yang mendalam.
  2. Merupakan karier yang dibina secara organisatoris, artinya adanya keterikatan, memiliki otonomi jabatan dan kode etik jabatan.
  3. Diakui masyarakat sebagai pekerjaan yang mempunyai status profesional, yakni memperoleh dukungan masyarakat, mendapat pengesahan dan perlindungan hukum, memiliki persyaratan kerja yang selaras serta jaminan hidup yang layak.

         Pengertian profesi di atas yang jelas akan membawa konsekuensi tanggung jawab Penilik itu sendiri dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga kependidikan yang profesional. Ada tiga tingkatan kualifikasi profesional Penilik /Penilik sebagai tenaga kependidikan :
pertama: tingkatan capablel personal, maksudnya Penilik diharapkan memiliki pengetahuan , kecakapan dan keterampilan serta sikap yang memadai agar mampu memanaj Pekerjaan dalam ; merencanakan, melaksanakan, menilai, membimbing/membina dan melaporkan hasil kepenilikan serta secara efektif dapat melakukan evaluasi dampak program pembangunan pendidikan Nonformal infomal.
kedua: Penilik sebagai inovator, yakni sebagai tenaga kependidikan yang memiliki komitmen terhadap upaya perubahan dan reformasi,
ketiga : Penilik sebagai developer, Penilik harus memiliki visi kePenilikan yang mantap dan luas. Kemudian secara umum tugas Penilik sebagi profesi meliputi tugas: Pengendalian mutu program dan evaluasi dampak program (Permenpan Rb 14 th. 2010 ttg jabatan fungsional penilik dan angka kreditnya)

STRATEGI UNTUK MENINGKATKAN KINERJA PENILIK MELALUI PENCIPTAAN IKLIM ORGANISASI DINAS PENDIDIKAN

Oleh : Arif Nasdianto (sekjen IPI Pusat)
Peningkatkatan kinerja penilik dalam sebuah Dinas merupakan suatu hal altertenatif yang selalu diimpikan oleh pemimpin suatu Dinas Pendidikan tingkat kab/kota.ATAU Provinsi Permasalahannya kinerja penilik akan berlanjut kepada kinerja Dinas Pendidikan di tinkat yang lebih tinggi (tingkat provinsi) dalam mencapai visi dan misi-misinya. Untuk itu banyak cara dalam rangka meningkatkan kinerja penilik, salah satunya penciptaan lingkungan fisik, lingkungan sosial dan sistem manajemen yang baik dan tertata secara profesional. Penciptaan seperti di atas merupakan penciptaan iklim organisasi Dinas Pendidikan. Banyak para ahli berpendapat iklim organisasi akan berpengaruh terhadap kinerja, pernyataan di atas sama halnya Wirawan (2008) dalam Buku Budaya dan Iklim organisasi, mengatakan Iklim organisasi mempengaruhi perilaku Penilikorganisasi yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka dan kemudian mempengaruhi kinerja organisasi.[1]
Sementara kinerja dalam bahasa inggris-nya perfomance dapat berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, atau hasil kerja/unjuk kerja/penampilan kerja. Hasil-hasil kerja ini selalu di dorong oleh pimpinan karena semakin kinerja penilik meningkat akan berlanjut kepada kinerja organiasisi Dinas Pendidikan (Dinas Pendidikan di tinkat yang lebih tinggi (tingkat provinsi)) meningkat. Adapun agar penilik memeliki kinerja yang baik sesuai dengan pelaksanaan tugasnya sebagai pengendalian dan evaluasi dampak dan menuju kepada visi misi unit kerja maka dibeberapa Dinas Pendidikan atau unit kerja (Dinas Pendidikan di tinkat yang lebih tinggi (tingkat provinsi)) melaksanakan cara /strategi yang bervariasi.
Strategi – strategi yang dilaksanakan unit kerja atau Dinas Pendidikan di tingkat yang lebih tinggi (tingkat provinsi) dalam rangka meningkatkan kinerja penilik terkadang tidak maksimal, semuanya tergantung kepada penilik dan bimbingan pimpinan, karena berkaitan dengan perubahan perilaku bekerja. Perilaku kerja Penilik dalam berkerja misalnya ; motivasi kerja, disiplin kerja, kepuasan kerja, stres kerja, sikap kerja, dan sebagainya. Jika perilaku penilik misalnya memiliki motivasi kerja yang rendah maka mereka akan tidak maksimal dalam melaksanakan tugas pokoknya begitupun sebaliknya jika motivasi kerja yang tinggi maka mereka akan maksimal dalam melaksanakan tugas pokoknya dan kinerja penilik tergolong tinggi.
Dari uraian di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan dalam makalah ini antara lain: apakah penciptaan strategi dalam iklim Dinas Pendidikan dapat merubah perilaku positif penilik? Bagaimana penciptaan iklim Dinas Pendidikan yang tepat dalam rangka peningkatan kinerja? Kinerja apa saja yang muncul jika diterapkan penciptaan iklim Dinas Pendidikan yang baik? Apa Strateginya dalam rangka meningkatkan kinerja?
Perumusan Masalah
Melihat latar belakang di atas dan untuk lebih terarahnya penulisan makalah maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah : “Bagaimana Strategi dalam rangka peningkatan kinerja penilik melalui penciptaan iklim Dinas Pendidikan?”
Umumnya iklim organisasi Dinas Pendidikan dengan mudah dapat dikontrol oleh Kepala Dinas. Iklim organisasi di Dinas Pendidikan merupakan persepsi Penilik itu sendiri mengenai dimensi-dimensi iklim organisasi. Iklim organisasi mempengaruhi perilaku Penilik yang kemudian mempengaruhi kinerja mereka dan selanjutnya mempengurhi kinerja Dinas Pendidikan.
Dari penjelasan di atas maka timbul pertanyaan bagaimana kontribusi iklim organisasi terhadap peningkatan kinerja Penilik dan kinerja Dinas Pendidikan.? Jika kita menelaah kembali tentang dimensi-dimensi iklim organisasi Dan Iklim organisasi mempengaruhi perilaku Penilik yang kemudian mempengaruhi kinerja organisasi Dinas Pendidikan, maka ada kontribusi secara positif jika dimensi iklim organisasi diterapkan dalam kondisi yang positif atau baik maka menghasilkan perilaku dan kinerja organisasi yang positif dan baik.Di bawah ini merupakan skema hubungan Iklim organisasi, perilaku dan kinerja organisasi.

Melihat gambar 1 di atas, kita dapat menganalisis Kontribusi Iklim Organisasi terhadap perilaku Organisasi adalah :
  1.  Jika Lingkungan fisik misalnya Ruang kerja yang nyaman maka akan timbul motivasi kerja Penilik akan meningkat.
  2.  Jika Lingkungan Sosial misalnya hubungan dengan atasan teman sekerja atau denganpelanggan baik maka perilaku penilik dari Sikap kerja dan moril kerja akan baik pula dan menghindari stres kerja dan perilaku konflik akan menurun bahkan tidak ada dan selanjutnya akan baik pula pada perilaku organisasi. 
  3.  Jika iklim organisasi pada sistem manajemen baik maka akan berkontribusi pada prilaku disiplin kerja, kepuasan kerja , motivasi kerja
Kemudian Iklim organisasi di atas yang perpengaruh kepada perilaku organisasi Dinas Pendidikan seperti ruangan nyaman dan bersih, hubungan atasan dan bawahan yang kondusif serta birokrasi yang longgar akan menimbulkan sikap positif , stres kerja rendah ,motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi maka akan tercipta kinerja Penilik yang tinggi dan kemudian akan mempengaruhi kinerja organisasi Dinas Pendidikan.
Hakikat Kinerja
Pada umumnya para ahli memberikan batasan mengenai kinerja disesuaikan dengan sudut pandangnya masing-masing. Menurut Simamora (1997), kinerja adalah tingkat pencapaian standar pekerjaan.[2] Sementara Nawawi (1997) menegaskan bahwa kinerja diistilahkan sebagai karya adalah hasil pelaksanaan suatu pekerjaan, baik bersifat fisik / material maupun nonfisik/nonmaterial.[3] Hal ini bahwa kinerja sama dengan performance yang esensinya adalah berapa besar dan berapa jauh tugas-tugas yang telah dijabarkan, telah dapat diwujudkan atau dilaksanakan yang berhubungan dengan tugas dan tanggung jawab yang menggambarkan pola perilaku sebagai aktualisasi dari kompentensi yang dimiliki.
Kinerja yang baik apabila yang bersangkutan memahami akan fungsi dan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu seorang Penilik hendaknya memiliki bekal atau pengetahuan yang luas tentang profesinya sehingga tahu betul tentang tugas-tugas yang mesti dilakukannya, sehingga Penilik dapat membedakan dan mengerti pada prioritas pada pekerjaan yang harus dikerjakan di unit kerja.
Bagi Penilik untuk menunjukkan kinerja yang baik diperlukan target-target penguasaan keterampilan dan kemampuan-kemampuan tertentu seperti menguasai kompetensi dasar sebagai Penilik antara lain (1) Kompetensi Keperibadian, (2) Kompetensi sosial, (3) Kompetensi Supervisi Manajerial (4) Kompetensi Supervisi Akademik, (5) Kompetensi Evaluasi Pendidikan, (6) Kompetensi Penelitian dan Pengembangan. . Oleh karena itu, dari aspek personal diperlukan adanya tanggung jawab dan kesadaran yang mendalam untuk menciptakan suatu kinerja yang baik, sebab dapat dikatakan bahwa kinerja itu berkaitan dengan kesadaran seseorang terhadap perkejaan mereka.[4]
Berdasarkan uraian di atas , maka dapat disimpulkan bahwa kinerja pada hakikatnya adalah merupakan perwujudan dari cara kerja yang baik yang menyangkut kemampuan Penilik di dalam melaksanakan tugas, baik dalam melaksanakan pengendalian mutu maupun pelaksanaan evaluasi dampak program.. Oleh karena itu, pada dasarnya tugas Penilik tidaklah ringan, sebab aktivitas yang harus dilakukannya memerlukan perilaku, kontek dan konsekuensi tertentu yang dilaksanakan secara kompeten dan tuntas.
Kinerja yang baik dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor utamanya adalah iklim organisasi karena, di atas telah diterangkan bahwa Iklim organisasi mempengaruhi perilaku Penilik yang kemudian mempengaruhi kinerja Penilik itu sendiri dan selanjutnya mempengaruhi kinerja organisasi Dinas Pendidikan. Dan kinerja ini di dikatakan baik karena persepsi Penilik terhadap iklim organisasi sangat positif di lingkungan kerjanya maka akan berangsur-angsur merubah perilaku positif yang selanjutnya akan meningkat kinerja Penilik tersebut.
Konsep Peningkatan Kinerja Penilik Melalui Penciptaan Iklim Organisasi
Telah kita ketahui bahwa iklim organisasi akan berpengaruh kepada kinerja Penilik. Sekarang bangaimana menciptakan iklim organisasi yang dapat meciptakan kinerja Penilik yang maksimal sesuai dengan tupoksinya atau sesuai dengan kompetensi setandar pekerjaannya. Ada beberapa dimensi iklim organisasi yang memiliki pengaruh yang tinggi terhadap kinerja, anatara lain: lingkungan Fisik, Lingkungsn sosial , sistem manageman, produk, Konsumen, kondisi fisik dan kejiwaan Penilik dan budaya organisasi.
Iklim organisasi ini harus dikelola atau pelihara dengan baik oleh seorang pimpinan dalam hal ini Kepala Dinas Pendidikan, Menurut menurut Robert Stringer (2002) mengemukakan bahwa terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya iklim suatu organisasi yaitu lingkungan eksternal, strategi pratek pimpinan, pengaturan organisasi dan sejarah organisasi.[5] Dari lima faktor penyebab iklim organisasi yang paling besar berpengaruh adalah seorang pimpinan atau Kepala Dinas Pendidikan.
Untuk itu Kepala Dinas Pendidikan harus dapat menciptakan iklim organisasi yang baik , antara lain:
1. Menciptakan Lingkungan Fisik yang baik dan layak, contoh:
a. Tempat kerja
b. Mebeler
c. Alat kerja
d. Kendaraan operasional dan sebagainya
2. Menciptakan Lingkungan Sosial yang baik
a. Hubungan atasan dan bawahan
b. Hubungan antar teman sekerja
c. Sistem komunikasi
d. Sistem kepemimpinan
e. Kebersamaam
f. Kerjasama dalam melaksanakan tugas
g. Penghargaan terhadap kreatifitas
h. Saling mempercayai
i. Humor
3. Melaksanakan sistem manajemen yang rapih, teratur
a. Visi, misi dan strategi organisasi
b. Karakter organisasi
c. Struktur organisasi
d. Sistem birokrasi organisasi
e. Distribusi kekuasaan
f. Delegasi kekuasaan/ otonomi
g. Proses pengambilan keputusan
h. Alokasi sumber-sumber daya
i. Standar kerja
j. Prosedur kerja
k. Karakteristik pekerjaan
l. Karakteristik peran
m. Sistem imbalan/ Tunjangan/insentif atau tunjangan fungsional
n. Pengembangan karir
o. Manjemen konflik
p. Iklim etis
6. Melaksanakan pemulihan kondisi fisik dan kejiwaan Penilik
a. Keenergikan
b. Kesehatan
c. Komitmen
d. Moral
e. Kebersamaan
f. Etos kerja
g. Semagat kerja
7. Membuat atau melaksanakan budaya organisasi baik yang telah diciptakan
a. Pelaksanaan nilai-nilai
b. Pelaksanaan norma
c. Kepercayaan dan filsafat
d. Pelaksanaan kode etik
e. Pelaksanaan serimonial
f. Sejarah organisasi
Jika lingkungan organisasi ini diciptakan dengan baik maka Penilik akan memiliki perasaan atau persepsi yang baik terhadap iklim organisasinya dengan demikian akan mengarah kepada perilaku Penilik baik. Misalnya Memiliki motivasi yang tinggi , disiplin kerja tinggi, kepuasan kerja yang tinggi, sikap kerja sangat positif, tidak ada stres. Jika contoh perilaku Penilik ini positif maka kinerja Penilik tersebut akan meningkat. Selanjutnya jika semua Penilik memiliki perilaku yang positif seperti di atas terhadap kerjanya maka secara keseluruhan akan berpengaruh kepada kinerja organisasi Dinas Pendidikan atau unit kerja ditingkat kab/kota atau Provinsi.
Saran
Untuk dapat meningkatkan kinerja Penilik secara maksimal maka dalam organisasi Dinas Pendidikan setiap pimpinan baik dalam lini teratas sampai lini bawah diharapkan memiliki stratetegi dalam rangka menciptkan kinerja Penilik yang optimal dengan cara menciptakan dan menjalankan iklim organisasi yang baik, layak, benar dan manusiawi


[1] Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta : Salemba
empat, 2008), hlm. 124
[2] Hasibuan, Melayu S.P. 1999. Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta; CV. Haji mas Agung, 1999) , hlm 327.
[3] Nawawi, Hadari. Manajemen Strategik Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan. (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 1997), hlm. 235
[4] Samuel. C. Certo and Paul. J. Pieter. Strategic Management: Concepts and Applications, (New York: Random House Business Division, 1988), hlm. 12.
[5] Wirawan, Budaya dan Iklim Organisasi Teori Aplikasi dan Penelitian, (Jakarta : Salemba
empat, 2008), hlm. 135

Live Traffic Feed