Senin, 30 Juli 2012

BONGKAR KEBIASAAN LAMA SEORANG PENILIK PERLU JALAN TENGAH

Oleh : 
Rahadjeng Kismaningsih. Penilik Jawa Timur
            Berakhir periode orde baru penilik yang berstatus struktural,  selanjutnya dalam proses reformasi sebuah perubahan tahun 2003 status Penilik menjadi jabatan fungsional dan kini dalam Reformasi Birokrasi penilik memiliki tugas pokok dan fungsinya selaku Pengendali Mutu Program PNFI dan Evaluasi Dampak sebagaimana dalam PERMENPAN Nomor 14 Tahun 2010.

            Untuk menerima perubahan tersebut Penilik berjuangan untuk memperoleh persamaan hak dan lepas dari diskriminasi mengharap kebijakan yang berkeadilan; untuk menyikapi perubahan tersebut ada upaya kesadaran diri harus selalu dilakukan dengan memberi penilaian terhadap diri kita. Hal ini penting untuk memantau perasaan dari waku ke waktu. Kesadaran diri memang penting bagi pembentukan konsep diri yang positif. Pengetahuan tentang diri  lebih merujuk pada pelbagai informasi tentang diri kita baik ( self label ) yang berasal dari orang lain, ataupun pengetahuan yang berwujud kualitas diri ( quality labels ) yang berasal dari kemampuan yang dimiliki. Harapan merupakan sesuatu yang diinginkan, yang hendak diwujudkan secara empiris, dan karena sifatnya abstrak harapan menjadi kekuatan untuk mendorong dan mengerakan aktivitas seseorang. Harapan antara individu satu dengan individu lainya relative berbeda, meski yang bersangkutan terlahir kembar. Penilaian merupakan aktivitas membandingkan diri kita ( saat ini ) dengan serangkaian standar ( harapan menjadi/ could be dan seharusnya menjadi/ should be ). 

            Jarak perbedaan antara kita saat ini dengan harapan kita untuk menjadi apa, apalagi dengan seharusnya menjadi apa, menjadi parameter harga diri yang bersangkutan. Semakin terpenuhinya harapan menjadi, ataupun seharusnya menjadi, menandakan semakin tinggi self esteem ( harga diri ) yang bersangkutan dan begitu sebaliknya. Pemahaman tentang penilaian diri, pengetahuan tentang diri kita, dan harapan terhadap diri kita akan mengarahkan kesadaran diri yang baik dalam membentuk konsep diri yang positif, dan konsep diri ini memiliki peranan penting dalam memperbaiki kepribadian dan gaya perilaku seseorang. Konsep diri merupakan gambaran mental mengenai dirinya sendiri yang mencakup semua karakteristik, kemampuan- kemampuan, ketidakmampuan dan hal- hal yang harus/tidak harus dilakukan. Konsep diri positif dicirikan dengan indicator mengetahui kelebihan dan kelemahan, sebaliknya konsep diri negatif dicirikan dengan kurang memahami kelebihan ataupun kelemahan yang dimilikinya, menolak umpan balik terhadap dirinya ( terutama jika itu hal negatif ); konsep dirinya tidak dapat diubah ( kaku ).

Dunia ini serba berubah dan tidak ada yang kekal kecuali perubahan itu sendiri, ini telah ada dan difirmakan “ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang terdapat didalam diri mereka sendiri ( QS. Al – Ra’ad/13.11 ). Gubernur Lemhanas Muladi, 2006 berpendapat “……. kehendak atau hasrat untuk berubah akan tetap menjadi kehendak atau hasrat apabila tidak disertai dengan kemampuan kepemimpinan yang unggul………….Kehebatan seorang pemimpin seperti motivasi untuk  maju, bijak, professional, tidak sombong, hidup sederhana, jujur, sadar akan pentingnya teamwork, suka bekerja keras, berani ambil resiko secara terukur, penuh imajinasi dan selalu menjaga kualitas kerjanya serta kesediaan mengakui keunggulan seseorang , tidak dapat hanya diperoleh melalui pendidikan formal, tetapi diperoleh melalui penghayatan empiris………….” 

Tantangan mendasar dari sertifikasi sebagai harga mati yang disampaikan oleh Arief Supadmo ( 2011), belajar dari program yang sama sudah ada, adalah kemauan untuk berubah. Dalam pandangan Anda, apakah penilik yang ada saat ini bakal mampu untuk menyesuaikan dengan tuntutan bila nanti ada sertifikasi? Ya, kami juga sadar itu, bakal ada penilik yang kesulitan atau tidak lagi memiliki motivasi. Kelompok seperti ini tentu bisa dilakukan bentuk penghargaan lain. Toh pada saat sertifikasi guru, untuk guru yang sudah berusia tua dan pangkatnya tinggi, juga mendapat perlakuan berbeda. Nah, bagi penilik yang masih memiliki semangat tentunya sertifikasi bakal menjadi momentum yang baik untuk makin meningkatkan profesionalismenya. Lebih jauh dari itu, sertifikasi penilik bakal menjadi pintu masuk bagi hadirnya penilik-penilik muda yang lebih professional. Merupakan harapan sebuah keadilan tetapi amatan terhadap prilaku Penilik yang kesulitan  mengikuti ritme perubahan standar kompetensi  Penilik ; pada umumnya mereka mencari kesibukan lain, sebagai akibat atas perlakuan dan kebijakan yang mendiskriminasikan Penilik, contoh: banyak Penilik yang lebih subur obyekanya, atau Penilik yang menduduki jabatan 3 - 4 macam dalam organisasi lain, sambil mencari peluang mutasi ke tempat lain, yang menurutnya juga sebagai aktualitas diri dan peningkatan kompetensi sosial , kepribadian. Tiga decade perjuangan Penilik menuai dampak sicologis yang berakibat menurunnya produktivitas, hal ini dianggap kebiasaan PNFI

Bongkar kebiasaan lama, untuk berprilaku positif seorang penilik perlu jalan tengah, menuju standar kompetensi yang diharapkan marilah kita pahami diri kita sebagai Penilik, perlu kita melakukan refleksi ketika bertugas bagaimana seharusnya kita bersikap. Pada ranah prilaku Penilik yang termasuk pada kompetensi sosial beberapa temuan para ahli tentang prilaku seperti: Brehm & Kassin, 1993, Sears, dkk ...,1994; Baron & Byrne, 1997 yaitu agresivitas kerap dimaknai sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang baik secara fisik maupun psikologis, serangan atau tindak permusuhan pada orang lain. Berbalikan dengan perilaku agresif adalah perilaku pasif. Baik agresif ataupun pasif jelas tidak pada tempatnya dikembangkan tanpa ada sebab, apalagi bagi seorang Penilik. Jalan tengah yang harus ditempuh oleh Penilik adalah bersikap asersif. 

Agar jelasnya tentang karakteristik dan elemen gaya serta factor pendorong dari masing- masing prilaku dapat dilihat pada table berikut :


Dari gambaran diatas, seorang penilik hendaklah menghindari untuk bersikap agresif atau pasif. Sebab keduanya justru akan menjadikan sasaran penilik, tidak termotivasi untuk melakukan tugas- tugasnya dengan baik. Namun demikian , ada kalanya perilaku agresif dan pasif diperlukan dengan kondisi- kondisi tertentu.

 
 Pada kenyataanya tidak semua orang dapat bersikap asersif sebagai sikap jalan tengah, beberapa penyebabnya antara lain :
·      Kurang latihan
·      Pendidikan awal dari orang tua
·      Tidak ada standar yang jelas, tidak yakin apa yang diinginkan
·      Takut dengan respon marah
·      Merasa tidak memiliki hak untuk bersikap tegas dan meminta penjelasan

Setiap individu berusaha untuk mempertahankan gambaran diri yang telah ada, perubahan itu tidak dapat serta merta menjadi dan sulit sekali. Jika hal itu positif memang tidak menjadi persoalan, namun jika hal itu menjurus pada hal yang negatif maka gambaran diri itu akan  membawa keburukan. Lakukan penyemaian jati diri dengan bentukan dan pengembangan pribadi sebagai bibit unggul yang benar- benar kuat dan mandiri. Dengan begitu pengalaman keseharian yang diperoleh oleh seseorang akan sangat berharga dalam memperbaiki citra diri.

Mewujudkan proses perubahan tidak mungkin berhasil tanpa adanya suri teladan yang melekat pada proses terbut, yang sebaiknya diawali dari diri sendiri . Bila kita tidak menginginkan muara dari segala masalah ini adalah krisis identitas atau jati diri, yang telah lama ada dan semakin menggerogoti pribadi kita, bangsa kita, ketangguhan dan keuletan bangsa Indonesia pun menghadapi cobaan berat, tentu dibutuhkan pribadi- pribadi yang ulet dan tangguh, sehingga terbentuk Penilik  profesional.

Referensi :
Soemarno Soedarsono, 2006, The Willlingness to Change- Hasrat Untuk Berubah , Jakarta: Gramedia
2006, Model- Model Pelatihan Bagi Pengawas Sekolah, Departemen Agama RI. 

Tidak ada komentar:

Live Traffic Feed