Kamis, 29 September 2011

Sertifikasi Penilik adalah Harga Mati


Arief Supadmo MM

www.koranpendidikan.com

Bila pada satuan pendidikan formal disebut pengawas (sekolah atau madrasah), maka penilik adalah ‘pengawas’ nya satuan pendidikan non formal. Memang berbeda istilah namun fungsi keduanya tetaplah sama; sebagai pengendali mutu program pembelajaran; sekaligus sebagai evaluator atas dampak dari program tersebut. Selain fungsi, persyaratan menjadi pengawas maupun penilik juga sama; sama-sama ketat dan selektif.
Dua kesamaan itu rupanya diikuti sebuah perbedaan besar, yaitu penghargaan. Pengawas lebih mendapat perhatian dari pemerintah (pusat dan daerah) berupa ragam pelatihan dan insentif, namun tidak demikian dengan penilik. Dan puncaknya; sudah banyak pengawas yang masuk dalam skema sertifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, namun tidak ada satu pun penilik yang tersertifikasi. Bahkan direncanakan pun, hingga saat ini, belum.
Karenanya, Ikatan Penilik Indonesia (IPI) mendorong adanya kesamaan atas penghargaan tersebut; bukan saja berupa sertifikasi penilik. Jauh dari itu, perlu dilakukan reformasi pada tata ketenagaan penilik dari pusat hingga daerah. Diungkap oleh Ketua IPI Provinsi Jawa Timur, Arief Supadmo MM, langkah itu harus segera diambil demi peningkatan profesionalisme penilik. Bila tidak, bakal terjadi kemerosotan kualitas penyelenggaraan pendidikan non formal.
Berikut penuturan Arief Supadmo yang juga Ketua I IPI Pusat itu kepada Mas Bukhin dan fotografer Rahmat Basuki dari KORAN PENDIDIKAN, Minggu pekan lalu.

Dalam pekan ini, IPI menggelar kegiatan besar dengan sertifikasi penilik sebagai wacana utama. Apa sebenarnya yang menjadi esensi dari sertifikasi penilik ini?
Sebelum membincang esensi, perlu dipaparkan dulu bahwa penilik merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang memegang fungsi pengawasan khususnya pada satuan pendidikan non formal. Pada satuan pendidikan formalnya dinamakan pengawas. Dalam perangkat perundangan yang ada, penilik dan pengawas memiliki kriteria yang sama, yaitu sudah memiliki golongan IIIB; bisa berasal dari guru atau pamong; kepala sekolah; pengawas; dan berpengalaman lima tahun di bidang yang akan diawasi. Nah, dengan fungsi dan kriteria yang sama ini tidak diikuti dengan bentuk penghargaan yang sama juga antara pengawas dan penilik.

Penghargaan seperti apa yang Anda maksudkan?
Penghargaan antara kedua profesi itu; pengawas dan penilik. Pada pengawas, penghargaannya terbilang besar. Sebut misalnya soal peningkatan kualifikasi pengawas; tidak saja dari pemerintah pusat, sampai pada pemerintah daerah pun sangat komitmen atas hal ini. Bentuknya adalah ragam kegiatan pendidikan dan pelatihan bagi pengawas. Nah, penghargaan yang sama tidak ditemukan bagi penilik. Kalau para penilik tidak mau berusaha sendiri, mereka tidak bakal mendapatkan pelatihan seperti itu.

Dan pengawas pun sekarang ini sudah masuk dalam skema sertifikasi?
Nah apalagi itu. Sudah banyak pengawas yang tersertifikasi, dalam arti tidak saja mendapat tunjangan profesi namun mampu diukur kualifikasi dan profesionalismenya. Sementara pada penilik, arah ke sana saja belum ada. Makanya IPI mendorong agar pemerintah peduli dan memperhatikan kualitas dan profesionalisme penilik ini.

Bila pengawas saja ada dalam skema sertifikasi, bukannya penilik secara hukum juga bisa diakomodasi dalam sertifikasi?
Iya, perangkat hukumnya ada kok, sama persis dengan perangkat hukum yang digunakan untuk sertifikasi pengawas. Masalahnya, sampai hari ini belum ada kebijaksanaan dari pemerintah untuk segera merumuskan petunjuk pelaksanaan atas sertifikasi penilik ini.

Sebenarnya apa yang akan terjadi bila sertifikasi penilik ini tidak terlaksana?
Ya lihat saja kondisi sekarang, ini potret nyata dari kondisi sekaligus kualitas penilik. Siapa sekarang yang mau menjadi penilik? Kalau pun ada, itu tidak lebih dari posisi hukuman (punishment), kalau tidak, ya diisi orang-orang tua yang mau pensiun. Fakta menyebut bahwa saat ini di Indonesia baru ada sekitar 7 ribu penilik. Padahal idealnya pada satu kecamatan terdapat tiga penilik; penilik PAUD, penilik keaksaraan, dan penilik kursus. Fakta ini menunjukkan bahwa orang tidak lagi tertarik menjadi penilik sebab tidak mendapatkan penghargaan yang cukup dari pemerintah. Dan pada saat yang bersamaan terjadi kontradiksi.

Kontradiksi seperti apa?
Pada saat penilik kurang mendapat perhatian untuk bisa meningkatkan kualifikasinya, program pendidikan dan pelatihan bagi penyelenggara pendidikan non formal itu makin gencar. Ini yang membuat pada banyak daerah, penilik itu malah diajari oleh pamong atau pendidik PAUD yang nyata-nyata mereka itu bagian dari tugas utama penilik. Ini kan menyedihkan; orang yang tugasnya mengawasi malah diajari oleh mereka yang diawasi. Dimana kewibawaan profesi penilik?

Lalu saat membincang soal sertifikasi penilik, tawaran seperti apa yang didorong oleh IPI. Apakah model sertifikasi guru, sertifikasi sekolah, atau sertifikasi pengawas?
Secara umum, bisa lebih dekat dengan sertifikasi pengawas sebab kompetensi yang dituntut sama yaitu enam kompetensi; kompetensi pedagogis, kompetensi akademis, kompetensi sosial, kompetensi profesional, kompetensi supervisi manajemen, dan kompetensi evaluasi. Hanya saja, sertifikasi penilik tidak lagi menggunakan model portofolio tapi lebih ke model Program Pendidikan dan Latihan Penilik atau PPLP.

Bila sertifikasi untuk mendorong profesionalisme sementara kenyataan kualitas penilik sekarang ini masih jauh dari profesional, bukannya kualifikasi dulu yang digenjot, bukan sertifikasinya?
Iya, kami sadar bahwa penilik saat ini masih banyak yang jauh dari profesional atas tugas dan fungsinya. Tapi pada saat yang bersamaan, pemerintah bisa memberi penghargaan dan perhatian lebih pada pengawas misalnya, lalu kenapa tidak pada penilik. Ini tinggal soal goodwill dari pemerintah kok. Dan sertifikasi yang kami dorong ini sejatinya sebagai upaya untuk memberikan penghargaan atas profesi penilik sendiri.

Lalu bagaimana dengan faktor reformasi birokrasi yang dijalankan pada tingkat kementerian, dimana terjadi perubahan pada struktur ketenagaan pendidik dan tenaga pendidikan?
Pada akhirnya memang reformasi birokrasi ini akan diikuti pada tingkat daerah, meski pelan namun itu pasti. Hanya saja perlu dipikirkan ulang untuk menempatkan penilik atau pengawas itu sebagai bagian yang independen. Idealnya, penilik atau pengawas itu tidak dikaitkan secara struktural dengan otoritas pendidikan di daerah namun langsung dari pusat. Seperti misalnya kehadiran lembaga penjamin mutu pendidikan (LPMP) yang merupakan lembaga pusat dan ada penempatannya di tingkat provinsi. Ke depan, IPI juga mendorong perlunya reformasi tata ketenagaan penilik dan pengawas ini.

Tantangan mendasar dari sertifikasi, belajar dari program sama yang sudah ada, adalah kemauan untuk berubah. Dalam pandangan Anda, apakah penilik yang ada saat ini bakal mampu untuk menyesuaikan dengan tuntutan bila nanti ada sertifikasi?
Ya, kami juga sadar itu, bakal ada penilik yang kesulitan atau tidak lagi memiliki motivasi. Kelompok seperti ini tentu bisa dilakukan bentuk penghargaan lain. Toh pada saat sertifikasi guru, untuk guru yang sudah berusia tua dan pangkatnya tinggi, juga mendapat perlakuan berbeda. Nah, bagi penilik yang masih memiliki semangat tentunya sertifikasi bakal menjadi momentum yang baik untuk makin meningkatkan profesionalismenya. Lebih jauh dari itu, sertifikasi penilik bakal menjadi pintu masuk bagi hadirnya penilik-penilik muda yang lebih profesional.

Satu hal lagi, bila diberlakukan sama, maka penilik juga harus memenuhi kualifikasi akademis sarjana atau diploma 4. Itu pun harus didukung dengan kompetensi yang memang bidang penilik. Apakah sudah ada dukungan secara keilmuan atas fungsi penilik ini?
Dasar-dasar dari pelaksanaan fungsi penilik itu sudah masuk dalam kurikulum tenaga kependidikan. Dan dengan sedikit pengembagan, kualifikasi keilmuan bidang penilik ini bisa dirumuskan meski tidak secara khusus ada jurusan penilik. Minimal bisa dilakukan sandwich program bagi penilik untuk mengupgrade pengetahuan dan ilmunya dalam bidang pengawasan sekaligus evaluasi. (*)

Biodata

Nama : Arief Supadmo MM
Lahir : Malang, 26 Februari 1960
Alamat : Jl Widas M/2 Malang
Pendidikan : SDN Sanansari I Malang
: SMPN 5 Malang
: STM Grafika Malang
: S1 FIA Unisma
: S2 MSDM Unmer Malang
Karir : 1980 – 1996 Staf Kanwil P&K Jawa Timur
: 1996 – kini Penilik Kabupaten Malang
: Ketua IPI Jawa Timur
: Ketua I IPI Pusat

Tidak ada komentar:

Live Traffic Feed